BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Krisis
finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah.Keadaan memburuk.Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa,
dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah
mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi
keberhasilan usahanya.Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak
yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha.Banyak perusahaan yang
ditutup sehimgga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan amgka pengangguran
meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN
semakin merajarela, ketidak adilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru
yang otoriter (tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam
orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan demonstrasi yang
digerakkan oleh mahsiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total.Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada
tanggal 12 Mei 1998.Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu
meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat
keamanan.Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “ Pahlawan reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
presiden soeharto berjanji akan mereshuffle cabinet pembangunan VII menjadi
Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, komite reformasi
belum bisa terbentuk karenan empat belas menteri menolak untuk diikutsertakan
dalam Kabinet Reformasi.Adanya penolakan tersebut menyebabkan presiden Soeharto
mundur dari jabatannya.Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie.Peristiwa ini menandai dimulainya
orde reformasi.
1.2. Maksud
Dan Tujuan
a. Dapat
memahami Reformasi dalam kehidupanya sebagai warga Negara Republik Indonesia.
b. Menguasai
pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan
Reformasi.
1.3. Ruang
Lingkup
Adapun ruang
lingkup permasalahan yang dibahas pada makalah kali ini adalah sebagai berikut.
a. Tujuan
Reformasi
b. Hakikat Reformasi
c. Bentuk
Reformasi
d. Sebab lahirnya
Reformasi
BAB II
Reformasi
2.1. Pengertian dan Tujuan Reformasi
Reformasi
merupakan suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan
yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politi, ekonomi,
social dan budaya yang berbau Orde baru. Atau membangun kembali atau
menyusun kembali. Era reformasi dimulai sejak
pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998 dan digantikan oleh wakilnya, BJ
Habibie.Hal ini berawal dari krisis moneter yang mengakibatkan melemahnya
ekonomi Indonesia dan memunculkan ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap
pemerintahan saat itu dan muncul aksi demonstrasi besar-besaran oleh para
mahasiswa. Hal-hal yang telah terwujud dari awal mula reformasi hingga sekarang
adalah sebagai berikut:
1) Kebijakan
dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang
politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru dengan tiga
undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang
tersebut:
·
UU No. 2 Tahun 1999 tentang
partai politik
·
UU No. 3 Tahin 1999 tentang
pemilihan umum
·
UU No. 4 Tahun 1999 tentang
susunan dan kedudukan DPR/MPR
Beberapa
pencapaian pembangunan politik era reformasi adalah sebagai berikut:
a. Penghapusan peran militer dalam kekuasaan
sipil
·
Kelembagaan
TNI dan Polri dipisahkan (2000)
·
Kursi
di fraksi DPR/MPR untuk TNI Polri dikurangi, kemudian dihilangkan (2004)
·
Terbitnya
UU No 34 tahun 2004 yang mengatur larangan prajurit aktif menjadi anggota
parpol, kegiatan bisnis, dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif
dalam pemilu dan jabatan politis lainnya (2004)
b. Pemberantasan KKN
·
Komisi
Pemberantasan Korupsi dibentuk (2002), Indeks Persepsi Korupsi membaik dari 2,0
pada tahun 2004 menjadi 3,0 pada 2011, Indonesia menjadi negara di peringkat
keempat negara yang paling banyak melakukan suap dalam transaksi bisnis di luar
negeri (Survey Payers Index 2011).
c. Reformasi dan kebebasan berpolitik
·
UUD
1945 telah empat kali diubah sejak 1999 hingga 2002
·
MPR
tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara karena lembaga itu menjadi
bikameral yang terdiri atas DPR dan DPD (2002)
·
Otonomi
daerah sejak 2001
·
Pemilihan
presiden secara langsung sejak 2004
·
Pemilu
dengan multipartai sejak 1999
·
Pemilihan
kepala daerah secara langsung sejak 2005
d.
Pengusutan
kasus penculikan aktivis tahun 1998
·
Rapat
paripurna DPR memutuskan penembakan Trisakti, Semanggi I dan II bukan merupakan
pelanggaran HAM berat (Juli 2001)
·
Badan
Musyawarah DPR menolak pembentukan Pengadilan HAM ad hoc (Maret 2007)
·
Kejaksaan
menyatakan perkara itu telah ditangani di Pengadilan Militer (April 2008)
2) Kebijakan
Dalam Bidang Ekonomi
Untuk memperbaiki
prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
3) Kebebasan
Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers
Lain
lagi dengan hak kebebasan.Indonesia telah mencapai suatu era di mana kebebasan
berserikat, mengeluarkan pendapat dan berekspresi telah didapat.Setiap orang
bebas berpolitik, bebas mengeluarkan aspirasinya, dan pers di Indonesia juga
semakin bebas dalam pemberitaannya.Hal
ini terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia golongan dan
ideology.Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah.
Di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan
kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara menyederhanakan
permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan ( SIUP ).Kebebasan
ini juga memberikan dampak positif maupun negatif. Kini setiap orang merasa
memiliki kebebasan itu sebebas-bebasnya hingga muncul kesan bahwa kebebesan di
Indonesia ini jauh dari kebebasan yang bertanggung jawab sesuai Undang-Undang
juga norma-norma yang berlaku, sebagai berikut :
§ Permenpen No 01/84 yang mengatur hal ihwal
tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers dicabut (1998)
§ Terbit UU No 9/Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (1998)
§ Terbit UU No 40/Tahun 1999 tentang Pers, yang
menjamin kebebasan pers dan perlindungan terhadap pers (1999)
4) Pelaksanaan
Pemilu
Pasca reformasi itu pun
dinamika perpolitikan di Indonesia terus berjalan dengan beberapa kali berganti
kepala pemerintahan, yaitu setelah BJ Habibie, lalu digantikan oleh Abdurrahman
Wahid setelah diadakan pemilu legislatif yang diikuti oleh 48 partai politik.
Namun pada 23 Juli 2001 MPR memakzulkan presiden Abdurrahman Wahid dan
digantikan oleh Megawati Soekarnoputri. Pada era Presiden Megawati inilah
kemudian diselenggarakan pemilihan umum secara langsung yang diikuti 24 partai
politik. Pemilihan umum pertama yang dilakukan secara langsung ini kemudian
memunculkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI dan Jusuf Kalla
sebagai Wakil Presiden RI, dan akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono terpilih lagi
sebagai Presiden dalam dua periode masa pemerintahan pada pemilu tahun 2009
dengan Boediono sebagai Wakil Presiden RI. Dalam pemerintahan B.
J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur .B.J.Habibie
mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.Referendum
tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah pengawasan
UNAMET.Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor
Timur lepas dari Indonesia.Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia.
Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama
Republik Demokratik Timor Leste.
Selain dengan adanya
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan juga
dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan
yan tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang
mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara
lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.Masa reformasi berusaha membangun
kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
§ Keluarnya
ketetapan MPR RI No X / MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi.
§ Ketetapan
No VII/MPR/ 1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang referendum
§ Tap
MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.
§ Tap
MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil
presiden RI.
§ Amandemen
UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV.
2.2. Hakikat Reformasi
Reformasi merupakan
suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional.
Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan,
persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas
krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum,
dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan
reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang
menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh
ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung
sepenuhnya gerakan tersebut.
Dengan
semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan
nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan
dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua
itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan
damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang
penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat
segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat
Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional
adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
2.3. Bentuk Reformasi
Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
1) Reformasi Prosedural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pada tataran
normatif atau aturan perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter menuju
aturan demokratis. Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus menjamin
adanya ruang kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas politik.
Undang- Undang yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan kesempatan
masyarakat untuk membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif dari
identitas masing- masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus
melindungi kepentingan masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan
penguasa. Begitulah kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada
konteks ini, hemat penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan
reformasi prosedural itu. Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah
banyak dirubah bahkan peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan
(amandemen).
Undang-Undang
No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik
telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi
Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi
asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua
undang-undang tidak mungkin dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era
reformasi ini secara prosedural terbersit harapan adanya repositioning pola
relasi antara masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim
dalam bukunya yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi,
negara telah memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan
usaha-usaha produktif guna memperkuat posisi tawarnya terhadap
negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang dapat merasakan reformasi
prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga model yakni rakyat kapital,
rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat penulis, selama ini
reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital (konglomerat) dan
rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat proletar (masyarakat
tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan bahkan seringkali di
eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
2) Reformasi Struktural, adalah tuntutan perubahan institusional negara dari
birokratik menuju birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang hirarkis,
sentralistik dan otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang responsif,
penegak keadilan, transparantif, dan demokratis yang menegakkan
istilah-istilah suport system reformasi yang diuaraikan diawal
tulisan ini. Terbentuknya sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan
Indonesia telah masuk pada reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra
struktural yang memiliki fungsi pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau
bersentuhan langsung dengan masyarakat atau pihak selain instansi
pemerintah (lapis primary), biasanya anggota terdiri dari
masyarakat atau profesional dan kedudukan sekretariat tidak menempel dengan
instansi pemerintah konvensional. Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini
lembaga non struktural berjumlah 12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan
Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi
Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Perlindungan Anak
Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Kejaksaan.
Lembaga non struktural tersebut memiliki kewenangan, yakni: meminta bantuan,
melakukan kerjasama dan atau koordinasi dengan aparat atau institusi terkait,
melakukan pemeriksaan (investigasi), mengajukan pernyataan
pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama dengan perseorangan, LSM,
Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan mengawasi sesuai dengan
bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin dan insidentil,
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya, komisi-komisi
tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan membantu masyarakat
untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki proses kerja lembaga
negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran birokrasi dibawahnya agar
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga terwujudnya pemerintahan
yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu
birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.
3) Reformasi Kultural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pola
pikir, cara pandang, dan budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima segala
perubahan menuju bangsa yang lebih baik. Reformasi kultural merupakan kata
kunci untuk mewujudkan agenda reformasi prosedural dan struktural yang
dijelaskan di atas. Tanpa adanya reformasi kultural, reformasi prosedural dan
struktural hanyalah sebuah simbol yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan
sebuah komputer, reformasi prosedural dan kultural adalah hadwernya, reformasi
kultural adalah sofwernya. Hadwer tanpa sofwer itu bukan dikatakan
komputer yang baik.
2.4. Sebab Lahirnya Reformasi
Persoalan pokok yang mendorong
atau menyebabkan lahirnya reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti
beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan
garam mengalami kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga masyarakat harus antri
untuk membeli sembako itu.
Sementara, situasi politik dan
kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan tidak terkendali. Harapan
masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari kenyataan.
Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya
terhadap pemerintahan Orde Baru.
Pemerintahan Orde Baru dinilai
tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan
makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Oleh karena itu,
tujuan lahirnya reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Kesulitan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan
reformasi.Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32
tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde
Baru. Pada awal kelahirannya tahun
1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan
terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD
1945 yang sangat merugikan rakyat kecil.Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya
dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan
itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya
gerakan reformasi, seperti berikut ini:
2.4.1. Krisis Politik
Krisis
politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan Orde Baru.Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan
pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan
demokrasi Pancasila.Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka
mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya.Artinya, demokrasi
yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya,
melainkan demokrasi rekayasa.
Dengan
demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, melainkan
demokrasi yang berarti dari penguasa, oleh penguasa, dan untuk penguasa.Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat
represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi
atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang
represif, di antaranya:
Ø Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh
sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Ø Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau
demokrasi rekayasa.
Ø Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan
masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
Ø Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara
(sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
Ø Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto
dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapipemilihan itu merupakan
hasil rekayasa dan tidak demokratis.
2.4.2. Krisis Hukum
Rekayasa-rekayasa
yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik.Dalam
bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi.Artinya, kekuasaan peradilan
harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk
melayani masyarakat dengan penuh keadilan.
Bahkan,
hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.Kenyataan itu bertentangan
dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa‘kehakiman memiliki
kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’.
2.4.3. Krisis Ekonomi
Krisis
moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia.Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu
menghadapi krisis global yang melanda dunia.Krisis ekonomi Indonesia diawali
dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.Pada
tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp
2,603.00 per dollar Amerika Serikat.
Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998,
nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp
16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
1. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi.
Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar
pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.
2. Industrialisasi, pemerintah
Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu
tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia.Masyarakat Indonesia
merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat
rendah (rata-rata).
3. Pemerintahan
Sentralistik, pemerintahan Orde Baru
sangat sentralistik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta.
Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah
daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat.
2.4.4. Krisis Sosial
Krisis politik,
hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.Pelaksanaan
politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik
politik maupun konflik antar etnis dan agama.Semua itu berakhir pada meletusnya
berbagai kerusuhan di beberapa daerah.
Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap
krisis sosial.Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya
harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor
yang rentan terhadap krisis sosial.
2.4.5. Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis,
menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan
ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Reformasi
merupakan suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki
kerusakan-kerusakan yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan
politi, ekonomi, social dan budaya yang berbau Orde baru.
Atau membangun kembali atau menyusun kembali.
Dengan
semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan
nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan
dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua
itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan
damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang
penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat
segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat
Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional
adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
3.2. Saran
Menurut
saya, masih banyak hal-hal di Indonesia yang perlu diperbaiki di era
globalisasi ini. Bidang-bidang dasar seperti politik, ekonomi, sosial &
budaya, serta hukum harus banyak mengalami perubahan mengarah kepada yang lebih
baik.
1. Indonesia harus dipimpin oleh orang
yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat.
2. Membangun
tatanan pemerintahan yang lebih baik lagi.
3. Membuat
kebijakan-kebijakan yang kongkrit dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial
dan budaya..
DAFTAR PUSTAKA
- http://blogjejaksejarah.blogspot.com/2013/04/makalah-reformasi.html
- http://fathulmuinn.blogspot.com/2014/11/hakikat-reformasi.html
- http://helenaall.blogspot.com/2014/01/makalah-reformasi.html
- http://windiloviyo.blogspot.com/2011/01/reformasi_26.html
- http://yuliearsi.blogspot.com/2011/04/reformasi.html
TUGAS JAWABAN PERTANYAAN1. Apa arti dan makna reformasi yang diharapkan?Jawab:Reformasi adalah era baru dari perjalanan bangsa Indonesia, sebuah jalan menuju cita-cita awal pejuang 45 yang terangkum dalam Pancasila dan UUD 1945. Kehadiran era ini, muncul dari keresahan masyarakat atas penyimpangan-penyimpangan yang mencedari tujuan awal terbentuknya NKRI. Sebuah keniscayaan dari keinginan luhur untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang berdaulat, adil dan makmur.Gerakan mahasiswa yang menumbangkan rezim Suharto tidak lahir begitu saja, ia hanya puncak dari kekesalan yang setiap hari terus berkembang biak. Hingga pada akhirnya muncullah gerakan besar yang dapat meruhtuhkan kekuasaan Suharto, di mana sebelumnya ia ditakuti oleh masyarakat, karena setiap ada aksi protes atas kebijakannya langsung ditangkap dan kadang tak urung kembali pada keluarganya.2. Apa yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan Negara menuju tujuan nasional?Jawab:Untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia, kita harus mampu menumbuhkan rasa kebangsaan dan menumbuhkan paham kebangsaan atau nasionalisme yaitu cita – cita atau pemikiran –pemikiran bangsa dengan karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri). Paham kebangsaan Indonesia ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup, faslafah hidup bangsa, kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi negara. Rasa kebangsaan dan paham kebangsaan melahirkan semangat kebangsaan yaitu semangat untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan semangat untuk menjungjung tinggi martabat bangsa.3. Dalam mengeluarkan pendapat apakah batas-batas yang harus dijaga, supaya tidak mengganggu stabilitas nasional ?Jawab:Dalam hukum Internasional, kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, dibutuhkan tiga batasan, yakni :
- Sesuai dengan hukum yang berlaku
- Punya tujuan baik yang diakui masyarakat
- Keberhasilan dan suatu tujuan sangat diperlukan
Faktor sosiologis kultural dan struktural merupakan penghambat penting dalam integrasi nasional di masyarakat yang sangat plural seperti Indonesia. Sebenarnya kondisi itu bukannya tidak dipahami oleh para pemimpin Indonesia. Mereka sebenarnya telah memberikan perhatian terhadap upaya menjembatani kesenjangan multidimensi yang terjadi di masyarakat. Di antaranya dengan mengakomodasi aspirasi masing-masing kelompok yang berbeda ini, terutama di daerah yang memiliki potensi mengalami disintegrasi seperti Papua dan Aceh, dengan memberi otonomi khusus.4. Factor-faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak seperti sekarang ini?Jawab:Pergerakan Reformasi yang dicetuskan pada era 1997-1998 memang telah mengubah hampir seluruh aspek dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia Sistem Politik, pemerintahan, ekonomi, bahkan pendidikan mengalami perubahan yang cukup fundamental sejak pergerakan yang mampu mengakhiri eksistensi rezim Soeharto tersebut menegaskan diri di Indonesia. Dengan perubahan-perubahan tersebut, mencuatlah harapan dan keinginan dari semua pihak untuk memajukan (kembali) kehidupan bangsa sebagaimana telah diamanatkan oleh para founding fathers kita dalam Mukadimah UUD 1945.
Salah satu perubahan yang terjadi adalah pada sistem pemerintahan. Kita ketahui, sistem pemerintahan Indonesia selalu mengalami dinamika dan perubahan-perubahan yang kemudian mengubah substansi dari fungsi pemerintahan itu sendiri. Pada periode 1949-1950, Indonesia memberlakukan sistem republik federal yang pada perkembangannya hanya menjadi alat bagi pihak asing untuk menumbuhkan benih-benih separatisme. Kemudian, Indonesia memberlakukan sistem politik demokrasi liberal dan sistem kabinet parlementer. Sistem ini terbukti juga tidak berjalan optimal karena adanya friksi dan pertentangan antarfaksi di parlemen.Pertentangan yang jelas terlihat pada PNI yang berideologi marhaen, PSI yang berideologi sosial-demokrat, PKI yang berideologi sosial-komunis, dan Masyumi yang berideologi Islam. Akan tetapi, keadaan tersebut semakin diperparah oleh sikap Presiden Soekarno yang mendeklarasikan diri sebagai dktator melalui dekrit 5 Juli 1959. Alhasil, Demokrasi terpimpin dengan jargon-jargon seperti Manifesto Politik Indonesia (Manipol), UUD ’45, Sosialisme, Demokrasi (Usdek), dan Nasionalisme, Agama, Komunisme (Nasakom) berkuasa sampai G30S/PKI menumbangkan kekuasaan tersebut.Pada era orde baru, sistem pemerintahan presidensil yang ketat di satu sisi dapat membawa stabilitas politik di Indonesia. Akan tetapi, tindakan Soeharto di pertengahan masa jabatannya ternyata tidak jauh berbeda dengan Soekarno, hanya ingin berkuasa dengan berbagai kepentingan di dalamnya. Doktrin P4 dan Asas tunggal Pancasila diberlakukan. Hasilnya, HMI harus mengalami perpecahan menjadi PB HMI yang menerima asas tunggal dan HMI MPO yang menolak. PII yang merupakan “adik” HMI dengan tegas menolak asas tunggal dan akhirnya menjadi organisasi bawah tanah.Penangkapan aktivis terjadi di mana-mana, mulai dari Tanjung Priok sampai Talangsari Lampung. AM Fatwa, Wakil Ketua MPR-RI sekarang adalah satu dari aktivis yang ditangkap akibat sikap represif aparat orde baru. Dalam audiensi pimpinan MPR-RI dengan mahasiswa.5. Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi akhir – akhir ini dari sudut pandang etika dan bagaimana semsetinya ?Jawab:Kebebasan mengeluarkan pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, atau mimbar bebas. Mengemukakan pendapat bagi setiap warga negara dapat dilakukan melalui saluran tradisional dan saluran moderen. Perangkat perundang-undangan dalam mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat pada dasarnya dimaksudkan agar setiap orang dalam mengemukakan pendapatnya dilakukan secara bebas dan bertanggung jawab.Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa dapat memakan korban jiwa.Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.Kebebasan berpendapat memang sangat bagus karena pendapat yang kita keluarkan adalah cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat menilai diri kita dari cara kita berbicara baik itu secara positif ataupun negatif. Kasus yang sering terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang berbicara terlalu bebas dengan dalih kebebasan berpendapat namun malah mengganggu hak orang lain. Hak yang dimaksud adalah privasi seseorang. Karena privasi adalah hak manusia juga,hak manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak manusia untuk bebas dari publisitas tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak dapat dicapai karena orang lain. Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat adalah komunikasi dari sudut pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang yang mempunyai sudut pandang yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan ajang debat yang secara positif bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai manusia. Sesuatu hal yang tidak kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat perbuatan orang lain dan tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain dengan mengeluarkan pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri.Semestinya, penyampaian pendapat di muka umum ini sebelum melakukan kegiatan diharuskan untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut: Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3X24 (tiga kalidua puluh empat jam) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah didalam kampus dan kegiatan keagamaan.